Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) dan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite bersubsidi oleh masyarakat mampu. Keputusan ini didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan subsidi yang seharusnya diberikan kepada masyarakat kurang mampu.
Fatwa ini menegaskan bahwa subsidi energi dari pemerintah merupakan bentuk bantuan yang ditujukan khusus bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah, bukan untuk mereka yang memiliki daya beli tinggi. Oleh karena itu, tindakan orang kaya yang tetap mengonsumsi barang bersubsidi dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip keadilan dalam Islam.
LPG 3 Kg dan Pertalite: Subsidi untuk Rakyat Miskin

Siapa yang Berhak Menggunakan LPG 3 Kg?
LPG 3 kg dikenal sebagai “gas melon” karena bentuknya yang kecil dan berwarna hijau. Pemerintah telah menetapkan bahwa LPG jenis ini diperuntukkan bagi masyarakat ekonomi lemah. Subsidi yang diberikan bertujuan untuk meringankan beban hidup masyarakat dengan penghasilan rendah.
Namun, dalam praktiknya, banyak kalangan mampu yang tetap menggunakan LPG 3 kg. Hal ini mengurangi jatah subsidi bagi mereka yang benar-benar membutuhkan dan berkontribusi pada kelangkaan serta kenaikan harga di pasaran.
Pertalite Bersubsidi: Untuk Siapa?
Sama seperti LPG 3 kg, BBM jenis Pertalite juga termasuk bahan bakar yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Awalnya, Pertalite disubsidi agar harga bahan bakar tetap terjangkau bagi masyarakat kelas bawah. Namun, dalam praktiknya, banyak pengguna kendaraan pribadi dari kalangan mampu yang tetap mengonsumsi BBM bersubsidi ini, padahal mereka memiliki kemampuan untuk membeli BBM non-subsidi seperti Pertamax.
Dasar Hukum Islam dalam Fatwa MUI
Prinsip Keadilan dalam Islam
Islam menekankan pentingnya keadilan sosial dan keseimbangan ekonomi. Dalam konteks subsidi, menggunakan barang yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin padahal seseorang mampu membeli barang yang tidak disubsidi dianggap sebagai tindakan yang zalim.
Dalil dan Hadis Pendukung
Fatwa MUI ini didasarkan pada beberapa dalil Al-Qur’an dan hadis yang menekankan pentingnya menjaga hak orang lain, di antaranya:
- Surah Al-Baqarah ayat 188: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”Ayat ini menegaskan bahwa mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak benar, termasuk dalam hal subsidi, merupakan perbuatan yang diharamkan.
- Hadis Rasulullah SAW: “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)Hadis ini mengajarkan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, harus ada kesadaran untuk berbagi dan tidak mengambil bagian yang bukan haknya.
- Prinsip Maqashid Syariah Salah satu prinsip utama dalam hukum Islam adalah Maqashid Syariah, yaitu tujuan syariah dalam melindungi kemaslahatan umat. Subsidi diberikan untuk membantu masyarakat miskin, sehingga tindakan mengambil bagian dari subsidi tersebut oleh orang kaya bertentangan dengan tujuan ini.
Dampak Negatif Orang Kaya Menggunakan Subsidi

Kelangkaan dan Inflasi
Jika masyarakat mampu terus menggunakan LPG 3 kg dan Pertalite bersubsidi, maka akan terjadi kelangkaan barang di pasaran. Akibatnya, masyarakat miskin yang benar-benar membutuhkan barang bersubsidi akan kesulitan mendapatkannya.
Selain itu, meningkatnya permintaan terhadap barang subsidi juga dapat memicu inflasi karena harga barang dapat meningkat akibat ketidakseimbangan pasokan dan permintaan.
Beban Keuangan Negara
Subsidi merupakan kebijakan yang membebani anggaran negara. Ketika subsidi tidak tepat sasaran, anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan lain, seperti pendidikan dan kesehatan, menjadi terbebani. Dalam jangka panjang, ini dapat merugikan stabilitas ekonomi negara.
Ketidakadilan Sosial
Ketika orang kaya menggunakan barang bersubsidi, mereka secara tidak langsung mengambil hak masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Ini menciptakan kesenjangan sosial yang semakin lebar dan berpotensi menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat.
Solusi dan Implikasi Fatwa MUI

Penerapan Sanksi bagi Pelanggar
Untuk memastikan bahwa subsidi tepat sasaran, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret, seperti:
- Sistem Verifikasi Ketat: Menggunakan sistem pencatatan digital yang mengidentifikasi siapa yang berhak mendapatkan subsidi.
- Sanksi Administratif: Menerapkan denda atau sanksi bagi masyarakat mampu yang tetap menggunakan barang bersubsidi.
- Pendidikan dan Sosialisasi: Mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya subsidi dan siapa yang berhak menikmatinya.
Penggunaan Teknologi dalam Pengawasan
Pemerintah dapat menerapkan teknologi seperti kartu pintar atau aplikasi digital yang mencatat transaksi pembelian LPG 3 kg dan BBM bersubsidi. Dengan demikian, hanya mereka yang benar-benar berhak yang dapat mengakses subsidi tersebut.
Mendorong Kesadaran Masyarakat
Fatwa MUI bukan hanya sekadar larangan, tetapi juga sebagai ajakan moral agar masyarakat lebih peduli terhadap keadilan sosial. Diharapkan, kesadaran akan pentingnya subsidi tepat sasaran dapat meningkat di kalangan masyarakat mampu sehingga mereka secara sukarela beralih ke LPG non-subsidi dan BBM jenis Pertamax atau Pertamina Dex.
Menegakkan Keadilan Sosial: Dampak dan Harapan Fatwa MUI
Fatwa MUI yang mengharamkan penggunaan LPG 3 kg dan Pertalite bersubsidi oleh masyarakat mampu merupakan langkah penting dalam menegakkan prinsip keadilan sosial. Islam mengajarkan bahwa bantuan dan subsidi seharusnya diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada mereka yang mampu secara ekonomi.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat bekerja sama dalam mengawasi distribusi subsidi agar tidak salah sasaran. Dengan demikian, subsidi dapat digunakan secara lebih efektif dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan.