Azan merupakan panggilan suci dalam Islam yang menandai masuknya waktu shalat fardhu. Sebagai salah satu syiar Islam, azan memiliki tata cara dan lafaz yang telah ditetapkan sejak masa Rasulullah SAW. Namun, dalam praktiknya, terdapat beberapa tambahan atau modifikasi yang dilakukan oleh sebagian umat Islam yang sebenarnya tidak memiliki dasar dalam syariat. Artikel ini akan membahas secara mendalam beberapa praktik di luar syariat yang masih dilakukan saat azan, dampaknya terhadap kemurnian ibadah, serta pandangan ulama mengenai hal tersebut.
Pengertian dan Kedudukan Azan dalam Islam

Definisi Azan
Secara bahasa, azan berarti “pemberitahuan” atau “pengumuman”. Dalam terminologi syariat, azan adalah seruan dengan lafaz tertentu yang digunakan untuk memberitahukan masuknya waktu shalat fardhu kepada umat Islam. Lafaz azan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW telah baku dan menjadi pedoman bagi umat Islam di seluruh dunia.
Kedudukan Azan sebagai Syiar Islam
Azan memiliki kedudukan istimewa dalam syariat Islam dan dibahas secara mendalam oleh para ulama. Syiar ini telah berlangsung sejak masa Rasulullah SAW hingga saat ini, dan para ulama sepakat bahwa kumandang azan itu disyariatkan. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai hukumnya, apakah adzan itu wajib atau sunnah muakkad. Yang shahih, hukum azan adalah fardhu kifayah, sehingga tidak boleh di suatu negeri tidak ada kumandang adzan sama sekali.
Praktik di Luar Syariat saat Azan yang Masih Dilakukan
1. Penambahan Lafaz atau Kalimat dalam Azan
Beberapa komunitas Muslim menambahkan lafaz atau kalimat tertentu dalam azan yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW. Misalnya, penambahan shalawat atau doa khusus setelah atau sebelum azan. Meskipun niatnya baik, yaitu untuk menambah keberkahan, namun praktik ini tidak memiliki dasar dalam syariat dan dianggap sebagai bid’ah. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan bahwa apabila lafaz adzan diubah, seperti menambah “hayya ‘ala khairil ‘amal” (marilah berbuat kebaikan), maka adzannya tidak sah.
2. Melagukan Azan secara Berlebihan
Melantunkan adzan dengan suara yang merdu dianjurkan dalam Islam. Namun, jika dilakukan secara berlebihan hingga mengubah makna lafaz atau menambah-nambahkan nada yang tidak sesuai, hal ini dianggap keluar dari tuntunan syariat. Tujuan adzan adalah pemberitahuan waktu shalat, bukan pertunjukan seni suara. Mengubah kalimat atau melagukan adzan secara berlebihan dianggap makruh.
3. Menggunakan Pengeras Suara untuk Dzikir atau Doa sebelum Azan Subuh
Di beberapa tempat, terdapat kebiasaan mengumandangkan dzikir, tasbih, atau doa melalui pengeras suara sebelum adzan Subuh. Menurut pandangan Mazhab Hambali, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Iqna, lafaz di luar adzan sebelum fajar, termasuk tasbih dan doa dengan pengeras suara, bukan termasuk sunnah dan tidak diajarkan dalam syariat.
4. Mengumandangkan Azan di Luar Waktu Shalat tanpa Alasan yang Dibenarkan
Adzan disyariatkan sebagai penanda masuknya waktu shalat fardhu. Namun, ada beberapa kondisi yang disunnahkan untuk mengumandangkan adzan di luar waktu shalat, seperti saat terjadi kebakaran, menghadapi gangguan jin, atau ketika seseorang merasa kesepian. Mengumandangkan adzan di luar waktu shalat tanpa alasan yang dibenarkan syariat dapat dianggap sebagai bid’ah.
Dampak Praktik di Luar Syariat terhadap Kemurnian Ibadah

Mengaburkan Ajaran Asli Islam
Praktik-praktik yang tidak memiliki dasar syariat dapat menyebabkan umat Islam bingung mengenai mana yang merupakan ajaran asli dan mana yang merupakan tambahan. Hal ini dapat mengaburkan kemurnian ajaran Islam yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Potensi Perpecahan Umat
Perbedaan dalam praktik ibadah yang tidak berdasarkan syariat dapat memicu perdebatan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Setiap tambahan atau perubahan dalam ibadah yang tidak memiliki dasar syariat berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan di antara umat.
Mengurangi Keberkahan Ibadah
Ibadah yang dilakukan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dikhawatirkan tidak mendapatkan keberkahan dan pahala yang semestinya. Menambahkan atau mengubah tata cara ibadah tanpa dasar yang jelas dapat mengurangi nilai dan keberkahan dari ibadah tersebut.
Pandangan Ulama tentang Praktik di Luar Syariat saat Azan
Bid’ah dalam Ibadah
Para ulama sepakat bahwa ibadah harus dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Menambahkan atau mengubah tata cara ibadah tanpa dasar syariat dianggap sebagai bid’ah. Imam Nawawi membagi bid’ah menjadi dua: bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah dhalalah (sesat). Namun, dalam konteks ibadah mahdhah (ritual murni), seperti adzan, penambahan atau perubahan tanpa dasar syariat umumnya dianggap sebagai bid’ah yang tidak dibenarkan.
Kewajiban Mengikuti Sunnah
Ulama menekankan pentingnya mengikuti sunnah Rasulullah SAW dalam semua aspek ibadah, termasuk adzan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam urusan agama kami yang bukan darinya, maka perkara itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa setiap bentuk tambahan dalam ibadah yang tidak sesuai dengan sunnah dianggap tertolak dan tidak diterima oleh Allah SWT.
Fatwa Ulama tentang Praktik Tambahan dalam Azan
Sebagian ulama mengeluarkan fatwa terkait beberapa praktik tambahan dalam adzan, seperti penambahan lafaz atau melagukan adzan secara berlebihan. Mayoritas ulama Mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali sepakat bahwa lafaz adzan harus tetap sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Penambahan kalimat di luar sunnah dianggap tidak sah dan tidak dianjurkan.
Cara Menjaga Kemurnian Azan dalam Syariat

Pentingnya Edukasi tentang Syariat Azan
Untuk menjaga kemurnian adzan, umat Islam perlu memahami syariat dan tata cara adzan yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Edukasi melalui kajian, ceramah, dan literatur Islam yang sahih dapat membantu menghindari praktik-praktik di luar syariat.
Meningkatkan Kesadaran tentang Bid’ah
Umat Islam perlu diberikan pemahaman tentang bahaya bid’ah dalam ibadah, terutama yang terkait dengan syiar Islam seperti adzan. Dengan meningkatkan kesadaran ini, umat dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan ibadah sesuai dengan syariat.
Melestarikan Sunnah Rasulullah SAW
Melaksanakan adzan sesuai sunnah Rasulullah SAW adalah bentuk penghormatan terhadap ajaran Islam yang murni. Dengan melestarikan sunnah, umat Islam tidak hanya menjaga kemurnian ibadah, tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam menjalankan syariat.
Ayo Jaga Kemurnian Azan Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW
Adzan adalah syiar Islam yang memiliki tata cara dan lafaz baku yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Setiap tambahan atau perubahan tanpa dasar syariat dapat dianggap sebagai bid’ah dan berpotensi merusak kemurnian ibadah. Oleh karena itu, umat Islam wajib menjaga keaslian adzan dengan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Penting untuk menghindari praktik-praktik di luar syariat, seperti penambahan lafaz, melagukan adzan secara berlebihan, atau mengumandangkan adzan di luar waktu yang ditentukan tanpa alasan syar’i. Dengan menjaga kemurnian adzan, umat Islam tidak hanya mempertahankan syariat tetapi juga mendapatkan keberkahan dalam ibadah.