Dalam ajaran Islam, sholat adalah tiang agama. Ia menjadi batas antara keimanan dan kekufuran, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Pembeda antara kita dan mereka (orang kafir) adalah sholat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.” (HR. Tirmidzi). Namun demikian, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi kasih sayang dan rahmat Allah SWT. Kisah tentang seseorang yang belum pernah menunaikan satu rakaat sholat pun, tetapi dijanjikan masuk surga oleh Nabi SAW, menjadi cermin betapa luasnya rahmat tersebut. Sosok itu dikenal dalam sejarah sebagai Amr bin Tsabit, yang dijuluki Al-Ushairim.
Siapakah Al-Ushairim?
Latar Belakang Sosial dan Keagamaan
Amr bin Tsabit adalah seorang lelaki dari suku Bani Abdul Asyhal, salah satu kabilah besar yang tinggal di Madinah. Kaumnya termasuk golongan yang awal menerima dakwah Islam dari Rasulullah SAW. Sebagian besar mereka telah masuk Islam bahkan sebelum Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah. Namun, Amr tetap keras kepala dan menolak dakwah yang datang kepadanya. Ia dikenal sebagai orang yang rasional dan keras dalam pendirian, sehingga tidak mudah baginya untuk menerima kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Meskipun demikian, ia dikenal sebagai pribadi yang tidak memusuhi kaum Muslimin secara terbuka. Ia tidak mencela Rasulullah SAW, juga tidak menghalangi orang lain untuk masuk Islam. Ia sekadar bersikap pasif, seolah-olah menanti saat atau alasan yang benar-benar kuat untuk mengambil keputusan.
Momen Hidayah yang Menentukan
Menjelang Perang Uhud, Amr bin Tsabit mengalami pergolakan batin. Ia melihat kesungguhan para sahabat, termasuk kaumnya sendiri yang bersiap-siap menghadapi pasukan Quraisy. Di saat yang sangat mendesak itu, Allah SWT menurunkan hidayah kepadanya. Tanpa berlama-lama, ia datang ke kaumnya dan menyatakan dirinya masuk Islam. Bahkan tanpa sempat belajar sholat atau ibadah lain, ia langsung mengambil pedang dan bergabung dengan pasukan Muslimin.
Dalam Perang Uhud, ia bertempur dengan sangat gagah berani. Tubuhnya dipenuhi luka akibat sabetan pedang musuh. Ketika perang berakhir, jasadnya ditemukan di antara para syuhada. Para sahabat merasa bingung dan heran, karena mereka belum pernah melihat Amr sholat bersama mereka, bahkan tidak sempat membaca dua kalimat syahadat di hadapan kaum Muslimin.

Kesaksian Langsung dari Rasulullah SAW
Ketika berita kematiannya sampai kepada Rasulullah SAW, para sahabat bertanya-tanya tentang nasib akhir Amr bin Tsabit. Rasulullah kemudian menjelaskan:
“Dia masuk Islam dan ikut berjihad, lalu mati syahid. Dia masuk surga.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya. Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa meskipun Amr belum sempat menjalankan ibadah formal seperti sholat, tetapi keislamannya yang tulus dan pengorbanannya dalam jihad membuatnya layak mendapat surga.
Penjelasan Para Ulama Tentang Kisah Ini
Ibnu Hajar Al-Asqalani
Dalam kitabnya “Fath al-Bari”, Ibnu Hajar menegaskan bahwa kisah Al-Ushairim menunjukkan bahwa seseorang bisa mendapatkan surga melalui keimanan dan pengorbanan yang tulus, walaupun belum sempat menjalankan ibadah formal. Namun ini berlaku dalam kondisi sangat khusus, seperti Al-Ushairim yang baru masuk Islam menjelang wafatnya.
An-Nawawi dalam Syarh Muslim
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini menjadi bukti bahwa amal bisa dinilai bukan hanya dari kuantitas, tetapi dari kualitas niat dan keikhlasan. Ia menyebut bahwa kisah Al-Ushairim tidak bisa dijadikan hujjah untuk membenarkan orang yang meninggalkan sholat secara sengaja.
Gus Baha’ dan Konteks Rahmat Allah
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha, mengingatkan bahwa kisah seperti ini menunjukkan luasnya rahmat Allah. Tapi kisah ini harus dibaca dalam konteks: bahwa Al-Ushairim tidak meninggalkan sholat karena meremehkan, tapi karena ia baru masuk Islam dan langsung wafat dalam jihad. Bagi umat Islam saat ini, kewajiban tetap berlaku dan tidak boleh ditinggalkan dengan dalih kisah semacam ini.

Hikmah dan Pelajaran Penting dari Kisah Ini
Hidayah Bisa Datang di Ujung Waktu
Kisah Al-Ushairim menunjukkan bahwa Allah bisa memberi hidayah kapan saja. Bahkan orang yang sebelumnya keras kepala pun bisa mendapatkan petunjuk ilahi jika Allah berkehendak. Ini menjadi harapan bagi siapa saja yang merasa hidupnya jauh dari agama. Selama nafas masih ada, kesempatan untuk kembali kepada Allah tetap terbuka.
Kekuatan Niat dan Pengorbanan
Meskipun Amr bin Tsabit tidak memiliki waktu untuk belajar sholat atau membaca Al-Qur’an, ia menunjukkan pengorbanan luar biasa dengan langsung terjun ke medan perang demi membela agama yang baru saja ia peluk. Ini membuktikan bahwa kualitas iman tidak selalu diukur dari lamanya seseorang berada dalam Islam, tetapi dari kesungguhan dalam memperjuangkannya.
Tidak Ada Tempat untuk Meremehkan Ibadah
Meskipun kisah ini menakjubkan, umat Islam tetap dilarang untuk menjadikan kisah Al-Ushairim sebagai alasan untuk tidak sholat. Sholat tetaplah kewajiban dan menjadi penentu sah tidaknya keislaman seseorang dalam banyak pandangan fuqaha. Kisah ini bukan justifikasi, melainkan bentuk kasih sayang Allah yang berlaku dalam kondisi sangat khusus.
Menjaga Harapan dan Tidak Mudah Menghakimi
Kisah ini juga menjadi pengingat untuk tidak mudah menghakimi orang lain hanya berdasarkan apa yang tampak di lahir. Mungkin ada orang yang tampak jauh dari agama, tetapi Allah punya rencana yang lebih baik untuknya di akhir hayat. Kita diperintahkan untuk tetap berdakwah, mendoakan, dan berharap baik kepada siapa pun.
Konteks Keimanan dalam Islam
Sholat sebagai Identitas Muslim
Dalam Islam, sholat adalah amalan wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Bahkan dalam kondisi sakit, perang, atau bepergian, Islam memberikan keringanan (rukhshah) untuk tetap melaksanakannya sesuai kemampuan. Sholat adalah bentuk hubungan langsung antara hamba dengan Rabb-nya, dan merupakan tolok ukur utama keislaman seseorang.
Namun Allah Maha Mengetahui Isi Hati
Sekalipun demikian, Allah menilai manusia bukan hanya dari amalan lahir, tapi dari apa yang ada dalam hati. Seseorang yang tampak rajin beribadah pun bisa gugur amalnya karena riya atau ujub. Sebaliknya, seseorang yang baru beriman tapi tulus, bisa diangkat derajatnya di sisi Allah.

Refleksi untuk Umat Hari Ini
Banyak orang hari ini merasa putus asa karena merasa terlalu jauh dari agama. Mereka mengira bahwa sholat yang bolong-bolong, masa lalu yang kelam, atau dosa-dosa yang menumpuk menjadikan mereka tidak layak berharap surga. Kisah Al-Ushairim adalah bukti bahwa tidak ada kata terlambat untuk bertobat dan memperjuangkan iman, selama hidup belum berakhir.
Di sisi lain, kisah ini juga mengingatkan agar kita tidak merasa aman dari murka Allah hanya karena merasa telah banyak beramal. Selalu ada ruang untuk memperbaiki niat, meningkatkan kualitas ibadah, dan menjaga keikhlasan dalam segala amal.
Rahmat Allah Lebih Luas dari Dosa Manusia
Kisah Al-Ushairim menjadi penegas bahwa pintu surga bisa terbuka lebar meskipun untuk orang yang secara teknis belum sempat melaksanakan sholat. Tapi konteksnya jelas: ia baru masuk Islam, langsung berjihad, dan wafat dalam keimanan yang tulus. Kisah ini bukan untuk dijadikan alasan meninggalkan kewajiban, tapi sebagai cermin bahwa setiap langkah menuju Allah, sekecil apa pun, bisa bernilai sangat besar jika dilakukan dengan keikhlasan total.
Islam adalah agama rahmat. Dan seperti sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah lebih menyayangi hamba-Nya daripada seorang ibu kepada anaknya.” Maka selama hayat masih dikandung badan, tidak ada alasan untuk menyerah. Bangkitlah, kembali, dan perbaiki hubungan dengan Allah. Karena siapa tahu, di antara kita, ada yang diberi akhir yang sebaik Al-Ushairim: akhir yang tak sempurna di mata manusia, tapi sempurna di hadapan Allah.