Kisah Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW, yang bernazar untuk menyembelih salah satu anaknya di samping Ka’bah, adalah salah satu peristiwa bersejarah yang sarat dengan pelajaran keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Nazar tersebut menjadi cerminan keyakinan Abdul Muthalib yang mendalam dan sekaligus menunjukkan pentingnya hikmah dalam menyelesaikan persoalan dengan bijaksana.
Latar Belakang Nazar Abdul Muthalib
Abdul Muthalib dan Kedudukannya di Makkah
Sebagai penjaga Ka’bah, Abdul Muthalib memiliki peran penting di kalangan masyarakat Quraisy. Ia dihormati karena keberaniannya dalam melindungi Ka’bah, termasuk menghadapi ancaman pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah. Namun, di balik kejayaan tersebut, ia menghadapi kesulitan, terutama dalam mempertahankan warisannya sebagai penjaga Ka’bah.
Keinginan Memiliki Banyak Anak
Abdul Muthalib awalnya hanya memiliki satu anak laki-laki, Al-Harits. Dalam masyarakat Arab kala itu, memiliki banyak anak laki-laki adalah simbol kekuatan dan kehormatan. Abdul Muthalib merasa perlu memiliki lebih banyak anak untuk melanjutkan tugasnya sebagai penjaga Ka’bah dan menggali kembali sumur Zamzam yang telah lama tertimbun.
Dalam keinginan ini, ia bernazar kepada Allah SWT. Jika Allah mengaruniainya sepuluh anak laki-laki yang tumbuh dewasa, ia berjanji akan menyembelih salah satu dari mereka sebagai bentuk pengabdian.
Penggalian Sumur Zamzam dan Pemenuhan Nazar
Keberhasilan Menggali Sumur Zamzam
Salah satu momen penting dalam hidup Abdul Muthalib adalah keberhasilannya menggali kembali sumur Zamzam. Proyek ini tidak hanya menunjukkan keberaniannya tetapi juga menjadi momen pembuktian kekuasaan Allah SWT. Dengan bantuan anak-anaknya, ia menemukan kembali sumur yang menjadi sumber air bagi penduduk Makkah.
Keberhasilan ini meneguhkan keyakinannya untuk menepati nazar yang telah ia ucapkan. Dengan sepuluh anak laki-laki yang sudah tumbuh dewasa, saatnya tiba untuk memenuhi janji kepada Allah.
Proses Pengundian di Samping Ka’bah
Untuk menentukan anak mana yang akan disembelih, Abdul Muthalib melakukan undian. Ia menuliskan nama sepuluh anaknya pada anak panah dan mengundi di dekat Ka’bah. Hasil undian menunjukkan bahwa nama Abdullah, anak bungsunya yang paling dicintai, terpilih sebagai yang akan dikorbankan.
Meskipun hati Abdul Muthalib berat menerima kenyataan ini, ia mempersiapkan Abdullah untuk dikorbankan sesuai dengan nazarnya. Keputusan ini mencerminkan keteguhannya dalam menepati janji kepada Allah SWT.
Intervensi Masyarakat dan Solusi Bijaksana
Penolakan Kaum Quraisy
Tindakan Abdul Muthalib menuai penolakan dari masyarakat Quraisy. Mereka khawatir bahwa penyembelihan Abdullah akan menjadi preseden yang berbahaya dan berujung pada praktik-praktik yang tidak manusiawi di masa depan. Kaum Quraisy mendesak Abdul Muthalib untuk mencari alternatif lain.
Konsultasi dengan Peramal
Atas saran masyarakat, Abdul Muthalib berkonsultasi dengan seorang peramal. Peramal tersebut menyarankan agar dilakukan undian antara Abdullah dan sejumlah unta. Dimulai dengan sepuluh ekor unta, undian akan terus dilakukan hingga nama unta yang terpilih, bukan Abdullah.
Setiap kali nama Abdullah terpilih, jumlah unta ditambah sepuluh ekor. Proses ini berlanjut hingga jumlah unta mencapai seratus ekor, barulah undian jatuh pada unta.
Pengorbanan Seratus Ekor Unta
Setelah undian selesai, Abdul Muthalib menyembelih seratus ekor unta sebagai pengganti Abdullah. Pengorbanan ini menegaskan komitmennya untuk menepati nazar tanpa melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Seratus ekor unta yang disembelih menjadi simbol pengorbanan besar dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Makna dan Implikasi Peristiwa
Cerminan Ketaatan kepada Allah SWT
Kisah ini menunjukkan betapa seriusnya Abdul Muthalib dalam menepati janji kepada Allah SWT. Meskipun menghadapi dilema besar, ia tidak ragu untuk melaksanakan nazarnya. Hal ini mencerminkan keimanan yang mendalam dan komitmen penuh terhadap janji yang telah diucapkan.
Nilai Kehidupan Manusia
Intervensi masyarakat dan solusi penggantian dengan seratus ekor unta mencerminkan nilai kehidupan manusia yang sangat tinggi. Dalam Islam, kehidupan manusia adalah karunia yang harus dijaga. Kisah ini menegaskan pentingnya mencari solusi yang bijaksana dalam menepati janji tanpa melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan.
Hubungan dengan Silsilah Nabi Muhammad SAW
Abdullah, yang hampir dikorbankan, kemudian menjadi ayah dari Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini menambah keistimewaan silsilah Nabi, mengingatkan pada kisah Nabi Ibrahim AS yang hampir mengorbankan Nabi Ismail AS. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW berasal dari garis keturunan yang penuh dengan ujian keimanan dan ketaatan kepada Allah.
Pelajaran dari Kisah Nazar Abdul Muthalib
Pentingnya Menepati Janji
Kisah ini mengajarkan bahwa janji kepada Allah SWT adalah amanah yang harus ditepati. Abdul Muthalib memberikan contoh bagaimana seorang hamba harus berusaha memenuhi janji meskipun menghadapi tantangan besar.
Hikmah dalam Mencari Solusi
Melalui intervensi masyarakat dan konsultasi dengan peramal, Abdul Muthalib menemukan solusi yang tidak hanya memenuhi nazarnya tetapi juga menghormati nilai kehidupan. Hal ini menunjukkan pentingnya hikmah dalam menyelesaikan persoalan.
Keutamaan Syukur dan Pengorbanan
Pengorbanan seratus ekor unta menjadi bukti syukur Abdul Muthalib atas karunia Allah SWT. Peristiwa ini menegaskan bahwa bentuk syukur tidak hanya melalui ibadah ritual tetapi juga melalui tindakan nyata yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat.
Pelajaran Berharga dari Nazar Abdul Muthalib
Kisah AbdulMuthalib yang bernazar untuk menyembelih salah satu anaknya di samping Ka’bah adalah salah satu peristiwa bersejarah yang sarat dengan hikmah dan pelajaran. Peristiwa ini mencerminkan ketaatan yang mendalam kepada Allah SWT, sekaligus menegaskan pentingnya nilai kehidupan manusia. Dengan penggantian pengorbanan Abdullah menjadi seratus ekor unta, AbdulMuthalib menunjukkan bagaimana janji kepada Allah dapat dipenuhi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip kemanusiaan. Kisah ini juga mempertegas keistimewaan silsilah Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang berasal dari keluarga yang penuh dengan ujian keimanan dan ketaatan.